Senin, 04 Januari 2016

Sustainable Manufacturing


Rika Febriani - 41615010063

IMPLEMENTASI GREEN PRODUCTIVITY UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH DENGAN MODEL  KOMPONEN YANG RAMAH LINGKUNGAN

Penulis:
1.     Suhartini, ST, MT  
2.    Triwulandari S. Dewayana
3.    Dedy Sugiarto
4.    Dorina Hetharia

Tahun Terbit: 2012

1.     Pendahuluan
Pengembagangan industri semakin pesat dengan arus globalisasi yang terus berjalan. Perkembangan ini menjadikan para pengrajin batik dan perusahaan industri harus terus meningkatkan dan memperbaiki kinerjnya agar terus bertahan dan memenangkan kompetisi daya dengan berbagai industry lainnya.
Industri manufaktur merupakan industri yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada negara berkembang dalam lima belas tahun terakhir (Journal of Manufacturing Excellence, 2011). Yang dimaksud dengan industri manufaktur (Lampiran Perpres Nomor 28 Tahun 2008) yaitu semua kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang bukan tergolong produk primer.
Usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Namun, seiring dengan peningkatan produktivitas ,timbulah permasalahan dampak lingkungan. Maka dibuatkanlah penelitian dari kedua jurnal ini untuk mengetahui menggunakan metode untuk meningkatan produktivitas dan merancang model pemilihan industri komponen otomotif yang ramah lingkungan.
Perancangan model pemilihan industri komponen otomotif yang ramah lingkungan merupakan bagian dari penelitian dalam rangka memformulasikan strategi pengembangan industri komponen otomotif yang ramah lingkungan untuk meningkatkan daya saing.
Kemudian , untuk mengakomodir dua kepentingan tersebut, digunakan pula metode Green Produktivitas.
Green Produktivitas tersebut merupakan suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan performansi lingkungan secara bersamaan di dalam pembangunan sosial ekonomi secara keseluruhan (APO, 2003). Dimulai dengan menganalisis proses termasuk input dan output, green produktivity dapat menghasilkan manfaat yang signifikan bagi peningkatan produktivitas. Sambil melestarikan lingkungan, kita dapat meningkatkan produktivitas. Dari sini, diharapkan Kampoeng Batik perusahaan dapat mencapai produktivitas yang lebih tinggi atau mengalami peningkatan produktivitas sekaligus melindungi lingkungan yang akan mengarah pada terciptanya sustainable development.
Tujuan Penelitian Suatu rancangan prosedur Green Produktivity Assesment yang melibatkan desain sistem informasi sederhana dengan mendesain tamplete tahapan proses produksi yang berpotensi mempunyai dampak lingkungan.

2.    Hasil Penelitian
1.     Green Industry
Green industry  adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat member manfaat bagi masyarakat. Penerapan Green industry (Kemenprin 2013) dilakukan melalui konsep produksi bersih (cleaner production) melalui aplikasi 4R, yaitu Reduce (pengurangan limbah pada sumbernya), Reuse (penggunaan kembali limbah), dan Recycle (daur ulang limbah), dan Recovery (pemisahan suatu bahan atau energi dari suatu limbah).
2.    Productivity
Productivity adalah perbandingan antara output dengan input dengan tujuan mengetahui seberapa efisien sumber-sumber input telah berhasil dihemat. Productivity juga merupakan kombinasi dari efektifitas dan efisiensi, dengan efektifitas yang berkaitan dengan performansi dan efisiensi yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya. Dimana efektifitas merupakan tingkat pencapaian suatu objek sedangkan efisiensi adalah bagaimana penggunaan sumber daya secara optimal untuk mencapai hasil yang diinginkan
3.    Green Productivity
Green Productivity adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktifitas bisnis dan kinerja lingkungan pada saat yang bersamaan dalam mengembangkan sosial ekonomi secara menyeluruh.
4.    Produksi Bersih
Dalam perindustrian dapat dilihat resiko dari sisi lingkungan yaitu limbah dalam suatu pabrik, maka dari itu perlu melakukan strategi dan pendekatan agar menjadi industri ramah lingkungan. Pendekatan tersebut di kenal dengan istilah produksi bersih. Produksi bersih bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan serta melakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang, dan energi diseluruh tahapan proses produksi.
5.    Industri Komponen Otomotif Indonesia
Perusahaan menunjukkan bahwa industri komponen otomotif tersebar pada beberapa wilayah yaitu DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Persentase terbesar perusahaan berada di wilayah Jawa Barat (55,37%) dan DKI (24,79%). Berdasarkan jumlah tenaga kerja, dari data 49 perusahaan menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja terbesar yaitu 1280 orang dan terkecil yaitu 5 orang. 73% perusahaan merupakan perusahaan besar, 22% perusahaan sedang, Model Pemilihan Industri (Triwulandari, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 211 sisanya sebesar 5% adalah perusahaan kecil
6.    Penelitian dan model terdahulu
Untuk mendorong pertumbuhan Green Industry, Kementerian Perindustrian memberikan penghargaan kepada perusahaan industri nasional yang telah menerapkan pola penghematan sumber daya dan penggunaan bahan baku dan energy yang ramah lingkungan serta terbarukan. Penghargaan Industri Hijau (PIH) telah berlangsung selama empat tahun.
Penilaian penghargaan industri hijau didasarkan pada hal-hal berikut (Kementerian Perindustrian 2012) :
a.    Proses Produksi, meliputi bahan baku dan bahan penolong, energi, air, teknologi proses, produk, sumber daya manusia, dan lingkungan kerja.
b.    Manajemen Perusahaan, meliputi program efisiensi produksi, Community Development/Corporate Social Responsibility, penghargaan yang pernah diterima, dan sistem manajemen.
c.    Pengelolaan limbah dan emisi, dan kinerja pengelolaan lingkungan.
7.    Analytic Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan. Prinsip dasar AHP (Saaty, 2000) yaitu:
1)    Dekomposisi
2)   Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative judgments)
3)   Sintesa Prioritas
Dengan prinsip dekomposisi, struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian-bagian secara hierarki.

Metode Penelitian
1)    Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam serta melakukan survey lapangan sehingga mampu menghasilkan informasi yang akurat dan menyeluruh.
2)   Penyusunan Hierarki Keputusan untuk Pemilihan Industri Komponen Otomotif yang Ramah Lingkungan
Dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1.     Perumusan tujuan
2.    Penentuan alternatif pilihan
3.    Penentuan level hierarki
4.    Identifikasi elemen-elemen pada setiap level hierarki selain level hierarki pertama (tujuan) dan Model Pemilihan Industri (Triwulandari, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 213 level hierarki terakhir (alternatif pilihan)
5.    Penyusunan Hierarki Keputusan

3)   Penentuan Bobot pada setiap level hierarki.
Penentuan bobot pada setiap level hierarki dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1.     Penyusunan matriks perbandingan berpasangan
2.    Perbandingan berpasangan dengan bantuan pakar
3.    Perhitungan Ratarata Geometric
4.    Perhitungan Weighted sum vector
5.    Perhitungan consistency vector
6.    Perhitungan Consistency Index
7.    Perhitungan Consistency Ratio
8.    Membandingkan nilai Consistency Ratio dengan syarat konsistensi dalam perbandingan berpasangan yaitu nilai CR ≤ 0,1, apabila tidak memenuhi syarat konsistensi maka kembali ke tahap 2 yaitu Perbandingan berpasangan dengan bantuan pakar
9.    Menentukan bobot pada setiap level hierarki berdasarkan hasil perhitungan Rata-rata Geometric.

·         Kesimpulan
Berdasarkan bobot faktor yang diperoleh, model pemilihan industri komponen otomotif yang ramah lingkungan lebih memprioritaskan pada faktor pengelolaan limbah / emisi dengan bobot sebesar 0,6370. Pada faktor tersebut, kriteria Program penurunan emisi CO2 merupakan prioritas utama dengan bobot sebesar 0,6480. Prioritas berikutnya adalah pada faktor proses produksi dengan bobot sebesar 0,2580. Pada faktor proses produksi, kriteria teknologi proses merupakan prioritas utama dengan bobot faktor sebesar 0.3860. Sedangkan untuk sub kriteriadari criteria teknologi proses, bobot terbesar adalah penerapan Reduce, Reuse, Recycle (3R) yaitu 0,7172, Oleh karena itu, upaya penurunan emisi CO2 dan penerapan Reduce, Reuse, Recycle (3R) akan menjadi penentu bagi industri komponen otomotif untuk masuk dalam kategori industri yang ramah lingkungan.
Dari hasil penilaian resiko lingkungan diketahui bahwa tahapan yang paling banyak menimbulkan dampak lingkungan adalah tahapan proses ngloyor, pewarnaan napsol, ngesol dan nglorod.
Dari hasil perhitungan diketahui tingkat produktivitas setelah dilakukan penanganan limbah adalah sebesar 104,6%, sedangkan tingkat produktivitas sebelumnya sebesar 103,3%, jadi tingkat produktivitasnya meningkat sebesar 1,3% setelah diterapkannya pengolahan limbah.
Sumber:
ndari-Sd-dkk.pdf

LCA (Life Cycle Assessment)



Rika Febriani - 41615010063

PENILAIAN DAUR HIDUP BOTOL PET (POLYETHYLENA TEREPHTALE) PADA PRODUK MINUMAN LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA) OF PET (POLYETHYLENA TEREPHTALATE) BOTTLES FOR DRINKING PRODUCT

Penulis: Mohamad Yani, Endang Warsiki, dan Noviana Wulandari
Tahun Terbit: 2013


  • ·         Pendahuluan

Peningkatan populasi masyarakat akan meningkatkan konsumsi berbagai jenis makanan dan minuman yang akan diikuti dengan peningkatan limbah bahan kemasan yang menyertainya. Produk minuman yang dikonsumsi utama adalah air. Bahan kemasan minuman relative memiliki umur yang pendek, dimana jumlah limb kemasan produk minuman sebanding dengan penjualan produk minuman tersebut. Kemasan produk minuman yang digunakan terutama plastic (PET,PP, dan PE) dan gelas. Bahan kemasan polyethylene terephtale (PET) adalah suatu resin polimer plastic termoplastis dari kelompok polyester. PET banyak diproduksi dalam industry kimi dan digunakan dalam serat sintesis, botol minuman dan wadah. Kecenderungan peningkatan limbah kemasan PET berdampak negative terhadap permasalahan lingkungan, dimana sebagian besar bahan kemasan plastic tidak dapat didaur ulang oleh lingkungan, sehingga perlu dilakukan suatu pengkajian mengenai jenis kemasan yang paling baik terhadap lingkungan dengan menggunakan metoda Life Cycle Assessment (LCA).
Menurut Drive (2006), LCA adalah suatu metoda yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk selama prosesproduksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang terjadi di dalam proses produksi produk tersebut. Penilitian LCA pada industry minuman umumnya adalah pembandingan beberapa jenis bahan kemasan, terutama penggunaan kemasan botol sekali pakai (disposable) dan isi ulang (refillable), baik botol jenis gelas maupun plastic.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan siklus hidup kemasan botol PET pada produk minuman the mencakup analisis inventori dari sisi kebutuhan bahan baku, kebutuhan energy pada proses produksi, dan menilai dampak pencemaran lingkungan, pengelolaan limbah, dan analisis biaya.


  • ·         Hasil Penelitian

1.     Tujuan dan Ruang lingkup
Tahap pertama studi LCA adalah penentuan tujuan dan ruang lingkup kajian. Batasan atau ruang lingkup kajian meliputi proses produksi kemasan botol PET, pengguna, dan pengolahan limbah kemasan botol PET, dampak lingkungan dan analisis biaya. Pemilihan kategori dampak harus konsisten dengan tujuan dan ruang lingkup penelitian, dan mencerminkan isu-isu lingkungan utama yang berhubungan dengan system produk/jasa. 

2.    Analisis Inventori

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang mendukung LCA, berupa kebuthan bahan baku dan energy, proses produksi kemasan, dan proses daur ulang limbah kemasan botol PET. Siklus hidup kemasan PET, diawali dengan proses produksi kemasan botol PET, kemudian kemasan botol PETyang telah selesai diproduksi digunakan untuk mengemas produk minuman teh. Produk tersebut akan disalurkan ke konsumen melalui distributo dan konsumen akan memanfaatkan produk tersebut sehingga dihasilkan limbah kemasan yang berpotensi mencemari lingkungan. Pencemaran tersebut dapat terjadidapat terjadi karena kemasan botol PET tidak dapat di daur ulang oleh lingkungan. Sehingga dibutuhkan suatu tindakan untuk menanggulangi limbah kemasan botol PET. Siklus hidup kemasan botol PET tersusun dari tiga kegiatan yaitu pabrik kemasan botol PET, pabrik minuman teh, dan jaringan daur ulang kemasan PET.
a.    Pabrik Kemasan Botol PET
Secara ringkas, kegiatan pabrik kemasan PET dalam memproduksi botol PET menggunakan bahan baku resin PET. Pengolahan dan pembentukan botol kemasan PET dalam bentuk perform untuk dikirimkan ke pengguna atau pabrik minuman teh. Pada proses  produksi botol PET, limbah yang banyak dihasilkan alah limbah padat yang berupa perform dan botol PET yang tidak memenuhi standar akan dijual ke industry yang membutuhkan, seperti produk rumah tangga dan tidak digunakan kembali dalam bahan baku produksi kemasan botol PET.
b.    Pabrik Minuman Teh
Pengamatan kemasan produk minuman teh yang popular di Indonesia adalah kemasan PET. Kegiatan pabrik pengguna kemasan PET adalah mengubah botol PET  bentuk sementara menjadi bentuk botol kemasan PET, pengisian produk minuman teh, pelabelan, pengemasan, dan distribusi dan transportasi produk teh kemasan PET ke konsumen. Selanjutnya, produk minuman tersebut dikonsumsi dan limbah kemasan botol PET dibuang atau dikumpulkan untuk di daur ulang.
c.    Daur Ulang PET
Kegiatan daur ulang limbah botol kemasan PET dimulai dari pengumpulan, pemilihan tutup botol dan label serta disortasi berdasarkan warna, kemudian botol diolah menjadi serpihan PET melalui tahapan proses penggilingan, pencucian, dan pengeringan. Temuan dilapagan, menunjukkan semua jenis plastic dikumpulkan oleh pemulung, disortasi berdasarkan jenisnya untuk pemanfaatan selanjutnya sebagai bahan plastic yang dapat didaur ulang.

3.    Evaluasi Dampak Lingkungan

Cemaran lingkungan yang terjadi selama siklus hidup kemasan PET meliputi cemaran komponen fisik-kimia (limbah udara, debu, kebisingan, limbah padat, dan air limbah) dan komponen ekonomi.
a.    Komponen Fisik Kimia
Pada proses produksi kemasan botol PET, limbah yang dihasilkan dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu limbah padat, gas debu, dan kebisinga. Pada proses produksi botol PET, dihasilkan debu akibat adanya pergerakan kendaraan pengangkut bahan baku, alat transportasi, dan penggunaan mesin produksi. Penggunaan exhause fan berujuan untuk mengalirkan udara dalam ruangan ke luar ruangan, dimana cemaran gas, panas, dan debu-debu halus yang trrdapat dalam ruangan akan terhisap dan terdorong ke udara bebas. Mesin atau peralatan yang digunakan pada proses produksi kemasan botol PET menghasilkan kebisingan. Limbah padat yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol PET berupa botol dan perform yang tidak memenuhi standar.
b.    Komponen Sosial dan Ekonomi
Pada tahap produksi kemasan botol PET, diprakiraan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat local sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

4.    Biaya Produksi

Pada siklus hidup kemasan membutuhkan biaya, baik untuk membeli bahan baku maupun energy yang digunakan untuk mendukung proses produksidan transportasi. Pada proses penanganan limbah kemasan, biaya yang dibutuhkan untuk menangani limbah kemasan botol PET jauh lebih besar dibandingkan botol gelas, hal ini dikarenakan banyaknya tahapan yang dibutuhkanuntuk menangani limbah botol PET, tetapi harga jual limbah kemasan botol PET jau lebih tinggi dibandingkan kemasan botol gelas.


  • ·         Kesimpulan

Siklus hidup kemasan botol PET di Indonesia terdiri atas tiga kelompok yaitu: produsen kemasan botol PET, pabrik pengguna kemasan, jaringan daur ulang kemasan botol PET untuk bahan baku industry plastic lain yang bersifat searah dan belum menjadi siklus utuh. Produksi kemasan PET mengahsilkan produk cacat. Analisis dampak lingkungan dari siklus produksi kemasan PET menghasilkan cemaran udara, kebisingan dan air limbah yang masih baik analisi biaya produksi berkaitan dengan penggunaan jumlah bahan baku dan energy sehingga menentuan harga jual produk. Harga jual limbah serpiha PET tiga kali lebih tinggi dari pada pecahan gelas. Kajian analisis dampak lingkungan fisik, kimia, biologi dan sosial ekonomi perlu dilakukan untuk melihat lebih jauh dampak lingkungan dari LCA kemasan botol PET. 

Sumber: http://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/6647/5080